Kamis, 07 Agustus 2008

Aku Hanya Ingin Membahagiakanmu

Aku Hanya Ingin Membahagiakanmu*


Aku hanya ingin membuatmu bahagia, janganlah kau menolak kehadiranku, meski hanya untuk beberapa saat, biarkan aku menemani dirimu dalam kesedihanmu.
Aku hanya ingin membuatmu bahagia, mengembalikan senyum yang dulu pernah berseri menyambut pagi, mencari tempat yang indah untuk menggantikan hari yang penuh dengan rasa duka.
Aku hanya ingin membuatmu bahagia, meski aku harus menderita untuk membayarnya....
Entah, sekarang aku hanya ingin merenung, memikirkan apakah aku pantas menawarkan diri, untuk menjadi penghibur mengusir kesedihannya, Hani, aku hanya ingin membantu untuk melewati kesedihanmu setelah kehilangan seorang ayah, menurutku kehilangan seorang yang kita cintai itu sangat berat, apalagi seorang ayah, sama seperti yang pernah aku rasakan tiga tahun silam, aku tak ingin kau melewati hari-hari seorang diri, mungkin hanya beberapa hari saja, kehilangan seorang ayah yang telah menemani seumur hidup? Aku tahu itu sungguh berat.
Aku tak tahan melihat air matanya yang terus membasahi pipinya, aku paling tidak tahan melihat wanita mengucurkan air matanya, kini, keceriaan yang dulu pernah ada telah hilang, ah...aku hanya ingin membantunya untuk mengembalikan kebahagiaan yang dulu pernah ada.
Mentari pagi ini begitu bersahabat, aku berjalan pada trotoar yang di sampingnya berdiri dengan kokoh pohon-pohon mahoni, begitu rindang, begitu besar, sehingga jalan yang kulewati terasa begitu sejuk, dari atas kepalaku, bunganya yang kuning dan kecil-kecil berguguran, menghujani tubuhku. Aku menarik nafas panjang, ah.... harum khas bunga mahoni, inilah jalan yang paling aku sukai di kota kecil ini. Memberiku ketenangan, bilakah? dia ingin bila ku ajak untuk menikmati suasana yang seperti ini, entahlah... sementara itu, angkot yang ingin aku naiki, telah banyak yang lewat, aku tak ingin telat untuk kuliah pagi ini.
Kuliah hari ini seperti biasa, hanya mendengarkan beberapa ceramah Dosen lalu memberikan tugas untuk menambah nilai border . sedangkan pikiranku masih teringat pada Hani, seorang gadis yang telah merebut simpati diriku. Ah...semoga aku tak tetap bisa menjaga niat untuk membantunya dengan ikhlas.
Malam ini, langit cerah tak berawan, bintang-bintang belum begitu banyak, mungkin nanti tengah malam semua bintang akan hadir, menemani mereka yang shalat malam bermunajat pada sang Khalik. Aku mangambil jaket merah yang biasa kupakai semenjak aku sekolah menengah pertama, walaupun warnanya sudah agak pudar, aku tetap suka untuk memakainya kemanapun aku pergi. Dengan mengendarai motor berdua, angin malam terasa begitu dingin, tak percuma aku memakai jaket. Malam ini memang lebih dingin dari biasanya. Ini layatan yang kedua setelah hari kemarin, temanku yang satu ini belum melayat ke rumahnya. Aku tak menyia-nyiakan kesempatan ini. Sekalian saja ikut. Setelah sampai di rumahnya aku tak banyak bicara, maksudku sudah di sampaikan melalui tarbawi yang aku bawa, ingin sekali melihat senyumnya seperti yang dulu, senyuman yang asli dari tulusnya hati. Tarbawi itu berisi tausiyah ruhani tentang kenangan dan kepergian orang-orang yang dicintai, semoga saja dapat membantu, sambil menyodorkannya, dia tak banyak bicara, hanya saja, matanya masih terlihat sembab, tapi aku tak berani untuk terus bertatapan dengannya. Aku masih canggung untuk bertatapan langsung dengannya. Aku berdoa dalam hatiku, Semoga tak melencengkan niat untuk membantu, bismillah...
Ya Allah
Seandainya telah Engkau catatkan dia akan mejadi teman menapaki hidup
Satukanlah hatinya dengan hatiku Titipkanlah kebahagiaan diantara kami
Agar kemesraan itu abadi Dan ya Allah ya Tuhanku yang Maha Mengasihi
Seiringkanlah kami melayari hidup ini Ke tepian yang sejahtera dan abadi
Rasa untuk membahagiakan dirinya itu telah terwujud dan mencapai puncaknya ketika aku ingin menikah dengannya, Nikah itu ibadah. Nikah itu suci. Ingat itu. Memang nikah itu bisa karena harta, bisa karena kecantikan bisa karena keturunan, dan bisa karena agama. Jangan engkau jadikan harta, keturunan maupun kecantikan sebagai alasan karena semua itu akan menyebabkan celaka. Jadikanlah agama sebagai alasan Engkau akan mendapatkan kebahagiaan! Aku menegaskan kepada diriku sendiri bahwa niat ini bukanlah main-main.
Hani, Aku ingin memiliki rumah idaman yang semua dindingnya terbuat dari kaca, rumah itu di bangun di daerah dataran tinggi agar terasa sejuk, di halamannya banyak terdapat bunga – bunga, yang akan mengundang kupu-kupu ketika mereka bermekaran, dan mengajak kunang-kunang untuk hadir di malam harinya, lalu, saat aku bangun tidur, aku ingin menghirup langsung udara pengunungan yang sejuk, saat aku membuka mata, aku ingin pemandangan pegunungan yang pertama aku lihat, aku ingin menciptakan saat indah di mana matahari akan memberikan kehangatan secara langsung rumah kita. pada bagian bawahnya aku ingin membangun basement yang berfungsi sebagai ruang keluarga, di bagian ujungnya ada dapur dan lorong yang menyambung jalan ke perkebunan. Hani menambahkan bahwa dia ingin ada air mancur di depan rumah, yang di bawahnya ada ikan-ikan yang dapat di ajaknya bermain ketika aku berkerja. Terserah apa maumu, yang penting sekarang kita harus menghalalkan hubungan kita dulu kataku.
Fatih, aku ingin memiliki anak kembar, memiliki lembaga sosial yang menampung tuna wisma, memiliki toko kue, karena ayahku senang sekali makan kue, sekalian menyalurkan hobiku, aku ingin... perlahan aku dengarkan suaranya semakin serak, dan air matanya semakin deras mengalir, aku ingin berada dekat di sampingnya, tetapi aku belum halal baginya. Aku hanya terdiam, dan tak bisa bertindak apa-apa selain memberikan tissue untuk mengeringkan air matanya. Agr...aku menyalahkan diriku sendiri, mengapa aku mengingatkan dirinya pada kematian ayahnya, dasar bodoh!
Aku tahu ini salah, aku tahu ini tidak boleh, ketika dua insan yang belum halal hanya ada berdua dalam sebuah ruangan. Maka pihak ketiganya adalah syetan! Tanpa pikir panjang aku ingin segera pulang, Hani, Aku pamit dulu!
Apakah ini yang di namakan cinta itu buta, membutakan hati, mata, dan telinga ku. Melupakan diriku pada Rabb yang seharusnya selalu bersemayam di hatiku, apakah cinta ku padanya semakin menjauhkan diriku pada Allah? Pikiran-pikiran itu terus melayang-layang dalam benakku, semakin aku memikirkannya, semakin pandai akalku untuk mencari pembenaran bahwa yang selama ini aku lakukan masih dalam koridor syariat-Nya. Ya Rabb... jangan butakan hatiku dengan cinta yang menipu...
Ada sebuah keinginan untuk selalu bersama, tetapi Allah memiliki jalan lain untuk menjaga kami. Aku harus pergi untuk program pertukaran mahasiswa selama satu tahun ke luar kota. Tempat yang aku tuju di kenal sangat kondusif bagi para aktivis kampus. Yang aku takutkan bukan hanya meninggalkannya, tetapi sewaktu aku tak berada di sisinya, aku takut dia akan terlarut kembali dalam kesedihannya. Aku tak ingin meninggalkannya setelah Hani memiliki sesuatu untuk menggantikan diriku! Semoga dia dapat mengerti alasan aku pergi...
Aku tak sempat untuk bertemu dengannya sebelum pergi, perpisahanku dengan Hani hanya melalui telepon.
Kalau kau pergi lalu aku bagaimana?
Sabar, cari ilmu, dan jangan lupa untuk selalu berdoa! Kataku.
Aku akan meninggalkan diari milikku untuk mu, apabila ada sesuatu yang mengganjal hatimu, kau harus menuliskannya di situ! Aku ingin kau tahu bahwa kau pasti kuat!
Dadaku rasanya di penuhi perasaan yang meluap-luap untuk menahan tangisku. Aku tak boleh menangis, aku harus tahan, aku hanya membentur-benturkan kepalaku. Aku tak sanggup untuk terus memegang gagang telepon, aku tak sanggup untuk mendengarkan kata-kata perpisahan darinya.
Di sana jaga hati! Jangan lupa sholat dan tilawah, jangan lupa makan, dan jangan lupa jaga kesehatan dengan olahraga yang cukup.
Selamat jalan mujahidku...jalanlah dengan penuh senyuman, bahagia dan tekad yang bulat. Dan jaga senantiasa niatmu yang tulus karena-Nya.
Allah yang mempertemukan dan memisahkan kita, Dia yang Maha Kuasa...
Dalam hatiku, rasanya ada beban yang begitu berat. Aku melangkah dengan gontai ketika menutup gagang telepon, mengapa jadi aku yang takut kehilangannya, mengapa jadi aku yang lemah, dan tak bisa menunjukkan diri sebagai seorang pria. Saat ini, aku hanya ingin tilawah, dan bersimpuh di hapadan-Nya, Allah...betapa lemah kekuatan diri hamba ini... malam ini aku hanya ingin bersimpuh memohon petunjuknya...
Aku menjalani kehidupan baruku sebagai manusia yang memiliki semangat baru untuk menyongsong hari esok dengan penuh semangat. Di sini, lingkungannya begitu kondusif, aku benar-benar mangalami percepatan dalam hal pemikiran tentang dakwah yang selama ini aku jalani, bahwa kesuksesan dakwah itu, tujuh puluh lima persennya berada di atas sajadah, yang berarti kedekatan ku dengan Sang Khalik amat menentukan, kini saatnya memutar haluan demi kelangsungan hidupku mempertahankan idealisme dakwah.
Ukhti... cukup sudah aku bertahan dalam lembah angan-angan, aku tak ingin menodai kesucian cintamu dengan angan-angan yang hanya akan melenakan kita sehingga kita melupakan tugas utama kita untuk hadir di dunia. Untuk beribadah kepada-Nya.
Ukhti...sampai kapan kita akan terus begini, tak ada ketegasan dalam hubungan kita, niat kita untuk menikah, justeru semakin menjerusmuskan kita pada lembah kemaksiatan yang kita sendiri tidak menyadarinya. Dari sinilah akan banyak kotoran-kotoran yang akan membuat hitam legam hati dan hari kita.
Ukhti...aku ingin kita berubah, berubah atas nama cinta kepada-Nya. Berubah menuju jalan yang penuh di ridhoi-Nya, merubah segala hal yang telah melenceng dari jalan yang lurus yang dulu pernah sama-sama kita rasakan indahnya. Ukhti..mulai saat ini aku kita harus saling tegas, bahwa kita memiliki hubungan yang belum halal. Sehingga kita tidak bisa berdua-duan bersama, atau sekedar sms kangen! yang hanya akan melemahkan semangat dalam perjalan dakwah ini.
Ukhti....selamatkan diri kita sebelum lebih jauh terperosok ke lembah dosa, yang akan menghinakan kita, menghinakan hingga kita dapat kembali kepada jalan taubat-Nya yang suci.
ya Allah¦
Seandainya telah Engkau takdirkan Dia bukan milikku
Bawalah ia jauh dari pandanganku Luputkanlah ia dari ingatanku
Ambillah kebahagiaan ketika dia ada disisiku
Dan peliharalah aku dari kekecewaan
Serta ya Allah ya Tuhanku yang Maha Mengerti Berikanlah aku kekuatan
Melontar bayangannya jauh ke dada langit Hilang bersama senja nan merah
Agarku bisa berbahagia walaupun tanpa bersama dengannya...
Ya Allah ya Tuhanku
Pasrahkanlah aku dengan takdirMu …
Hatiku masih berdebar-debar saat membaca surat terakhir untuknya, sebelum pergi, aku telah menuliskan surat balasan untuknya, untuk yang terakhir kalinya. Aku menulis kata-kata itu dalam diari ku sebelum pergi, semoga dia dapat mengerti maksudku dari kata-kataku.
Hani...aku hanya ingin membahagiakanmu....

*cerpen ini pernah di tulis untuk lomba cerpen pujangga 2006 FEM IPB
Nangis Nangis Nangis Brokeh Heart Brokeh Heart Brokeh Heart

Tidak ada komentar: